Tuesday, March 1, 2016

Saat dikatakan Umar tak mungkin masuk Islam

Makkah semakin tak ramah terhadap pengikut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejak dakwah Islam disampaikan secara terbuka oleh beliau, banyak yang disiksa dan dianiaya oleh orang-orang musyrik. Sehingga Rasulullah mendorong para sahabatnya untuk berhijrah ke Habasyah (kini Ethiopia) untuk mendapatkan keamanan di sana. 

Layla binti Abi Hathma dan suaminya Amir, masing-masing biasa dipanggil Ummu dan Abu Abdillah, radhiallahu ‘anhuma bersiap-siap untuk berhijrah bersama sejumlah sahabat Nabi lainnya. Amir pergi sebentar untuk mengambil beberapa keperluan, sementara Ummu Abdillah menunggu di kendaraan yang telah disiapkan. 

Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu berlalu di tempat itu. Ia ketika itu belum masuk Islam dan sikapnya biasanya sangat keras terhadap kaum Muslimin. Tapi hari itu sikapnya berbeda.

“Wahai Ummu Abdillah, apakah engkau akan pergi?” ia bertanya ramah pada perempuan itu.

“Ya, tentu,” jawab Ummu Abdillah. “Demi Allah! kami akan pergi ke negeri di antara negeri-negeri Allah karena kalian telah mengganggu kami dan telah berlaku kejam terhadap kami sehingga Allah memberi jalan keluar bagi kami.”

“Semoga Allah menyertai kalian,” ujar Umar lembut, seperti menyesali rencana kepergian mereka. Ia pun meneruskan perjalanannya dan meninggalkan tempat itu.

Ummu Abdillah merasa heran. Umar yang biasanya kasar, hari ini sangat bersahabat. Ketika suaminya datang, ia pun berkata, “Wahai Abu Abdillah, kalau saja kamu melihat Umar barusan tadi. Ia sangat lembut dan menyesali kepergian kita.”

“Kamu berharap dia akan masuk Islam?” tanya suaminya.

“Tentu saja.”

Suaminya sangat meragukan hal itu, karena sikap Umar yang selalu memusuhi Islam selama ini. “Orang yang kamu lihat itu (Umar) tidak akan pernah menerima Islam sampai keledai al-Khattab masuk Islam,” ujarnya. Dengan kata lain, ia menganggap mustahil Umar akan masuk Islam.

Tapi mereka kemudian tahu, begitu pula dengan kita semua, bahwa Umar akhirnya masuk Islam dan menjadi salah satu pembelanya yang terdepan. Tak ada yang tak mungkin jika Allah berkehendak.

Maka jangan pernah putus harapan terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Mereka yang terdepan di dalam dosa, mungkin suatu saat akan menjadi yang terdepan di dalam kemuliaan. Selama belum datang kematian, selama itu pula masih ada harapan, insya Allah.

Sumber: Maulana Muhammad Yusuf Kandhlawi, Hayatus Sahabah (The Lives of Sahabah).

No comments:

Post a Comment