Jika yang dicinta dan dirindu
telah dikabarkan kedatangannya, mereka yang merindu tentu berbunga-bunga
hatinya dan tak sabar menantikan hadirnya. Setiap terdengar kabar tentangnya,
para perindu akan berdebar jantungnya dan tergopoh menyambutnya. Seperti
berdebar dan tergopohnya kaum Anshar di Madinah, saat mendengar kabar bahwa
Nabi yang dirindu sudah hampir tiba di kota itu sejak perjalanan hijrahnya dari
kota Makkah.
Bahkan seorang anak kecil seperti
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dua kali berlari cepat-cepat keluar rumah
saat mendengar seruan bahwa sang Nabi telah datang. Ia terpaksa kembali ke
rumah saat mengetahui bahwa Nabi sebenarnya belum tiba.
Tapi Nabi akhirnya sampai juga, didampingi
oleh sahabatnya yang setia, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu. Seorang badui segera
mengumumkan kedatangan mereka berdua. Tak kurang dari lima ratus orang Anshar
segera keluar menyambut keduanya. “Marilah! Anda berdua dalam keadaan aman dan
akan ditaati,” ujar mereka. Mereka pun bersama-sama memasuki kota Madinah.
Sementara para gadis berebutan berdiri di atas rumah masing-masing sambil
bertanya, “Yang manakah Rasulullah? Yang manakah Rasulullah?”
“Kami tak pernah menyaksikan
pemandangan yang seperti ini sebelumnya,” kenang Anas bin Malik.
Cinta dan rindu memang penuh
kenangan dan membekas lama di dalam dada. Apalagi jika yang dicinta dan dirindu
adalah insan yang begitu indah: Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tidakkah kita juga merinduinya?
Sumber: Maulana Muhammad Yusuf Kandhlawi, Hayatus Sahabah
(The Lives of Sahabah).